Pedang Abu Peuleukung - Habib Muda Seunagan

 Pedang Abu Peuleukung
Pedang Abu Peulekung
Saat ini Pedang tersebut masih terjaga dengan baik dan berada pada tangan seorang pria yang tidak ingin disebut namanya yang saat ini bermukim di Medan. 
Menurut beliau Pedang tersebut awalnya berada ditangan keluarga Almarhum Hasan Samosir (mantan DanDim Aceh Barat).


Saat perang salib, pasukan Eropa dikejutkan oleh pedang yg dimiliki oleh pasukan Arab dan Persia, pedang Damascus.
Pedang mereka dengan mudah menembus baju zirah pasukan crusader, bahkan mampu membelah tameng. Pedang Damaskus, terbuat dari baja yang diolah dengan teknik khusus sehingga bisa memiliki permukaan yg sangat kuat dan tajam.
Teknik pembuatan pedang ini begitu rahasia sehingga hanya beberapa keluarga pandai besi di Damascus saja yang menguasainya. Ini juga yang menyebabkan teknik pembuatan baja Damascus akhirnya punah.Hingga kini teknologi metalurgi yg paling canggih pun belum mampu membuat pedang yg lebih tajam dari pedang Damascus.
Pedang Damascus adalah pedang yg paling tajam di dunia, lebih tajam daripada Katana Jepang maupun Keris Indonesia. Selain kuat, baja Damascus juga sangat lentur sehingga betul-betul sempurna untuk dijadikan pedang atau pisau. Pedang ini mampu membelah sutera yg dijatuhkan ke atasnya, juga mampu membelah pedang lain atau batu tanpa mengalami kerusakan sama sekali.
Sebuah penelitian mikroskopik menemukan bahwa pedang-pedang ini ternyata memiliki semacam lapisan kaca dipermukaannya.Bisa dikatakan para ilmuwan muslim di timur tengah telah mencapai teknologi Nano sejak seribu tahun yg lalu. Beberapa ahli metalurgi modern mengaku berhasil membuat baja yg sangat mirip dengan baja Damascus , namun tetap belum berhasil meniru 100 persen.
Teknik pembuatan Pedang Damascus termasuk salah satu pengetahuan Islam yg hilang. Pedang, tombak dan Pisau Damascus yg tersisa kini tersebar di berbagai Museum di seluruh dunia.

Bicara soal pedang
Apakah karakter yang dibutuhkan oleh sebuah pedang? Pedang harus punya dua karakter utama pertama adalah tajam, dan kedua adalah tangguh. Tajam tentunya cukup jelas yaitu harus dapat memotong sasaran menjadi bagian yang sempurna. Sedang tangguh adalah kemampuan untuk menyerap energi sebesar mungkin tanpa harus patah.
Tangguh lawannya adalah getas atau brittle (mudah patah/pecah). Tangguh ini adalah mirip seperti sifat palu yang digunakan untuk membelah batu. Tidak seperti sifat bodi kendaraan balap F1 yang ketika tabrakan hancur berkeping-keping. Tentunya, adalah sangat menghawatikan, kalau misalnya pedang harus patah di tengah medan perang ketika melawan pedang musuh.
Masalahnya kemudian adalah karakter tajam dan tangguh adalah dua karakter yang saling berkebalikan. Tajam cenderung getas, sedang tangguh cenderung tidak tajam. Atau dengan kata lain ketika seorang menaikkan ketajaman (catatan: tajam hampir sama dengan keras), ketangguhan cenderung turun, begitupun sebaliknya. Sehingga tantanganya adalah mengkombinasikan dua karakter itu menjadi satu seutuhnya; tangguh sekaligus tajam.
Untuk mendapatkan sifat itu pembuat pedang (empu/smith) sering menggunakan teknik tempa dengan menggabungkan dua baja yang mempunya sifat tangguh dan sifat tajam/keras. Caranya dengan menaruh baja keras di bagian luar (sisi tajam) dan baja tangguh pada bagian dalam pedang kemudian menempanya berulang kali. Sehingga dua baja dengan karakter beda itu menjadi satu dalam pedang. Cara ini sering juga disebut dengan pattern welding. Katana dari Jepang dan juga Keris dari Indonesia dibuat dengan metode ini.
Tapi tidak dengan pedang damaskus.Itulah yang kemudian mejadi unik, sebab sampai sekarang metode exact pembuatan pedang ini more or less masih misterius. Meski ada beberapa ahli yang mengklaim telah berhasil membuat pedang tiruannya, namun ada juga beberapa ahli yang masih meragukannya.
Sebab ternyata, berdasarkan observasi dengan alat yang modern dan canggih, jika dilihat jauh lebih dalam lagi pada struktur pedang damaskus terdapat sesuatu struktur yang canggih yaitu struktur carbon nanotube (ditemukan baru pada tahun 1991). Ahli diatas, yang mengklaim telah berhasil membuat pedang damaskus tiruan belum membuktikan bahwa dalam struktur lebih dalam ia juga menemukan struktur yang sama, carbon nanotubes tadi.

Teknologi nano
Tapi apa itu nanotubes?
Dilihat dari asal katanya nano yang adalah ukuran, yaitu 1 nanometer sama dengan 1 per satu milyar meter. Anda bisa membayangkan betapa sungguh sangat kecil itu. Tube adalah suatu bentuk seperti pipa (lihat gambar di atas) yang dalam dunia engineering istilah tube tidak sama dengan pipa.
Carbon nanotubes adalah struktur lain dari atom karbon yang sama dengan atom karbon pada grafit yang sering kita temui sebagai bahan ujung pensil. Dan sama juga dengan atom karbon pada Diamond (berlian). Dengan kata lain perbedaaannya hanya ada pada struktur kristalnya.Lalu apa hubungangannya dengan ketangguhan dan ketajaman pedang?
Carbon nanotube mempunyai karakter yang luar biasa, kekuatannya 20-30 kali kekuatan baja paling kuat, demikian juga dengan kekerasannya. Jika misalnya seutas kawat dengan diameter sekian milimeter mampu menahan sepenuhnya tubuh satu orang unuk menggantungkan diri dari sebuah helikopter, maka hanya dibutuhnya kawat nanotubes dengan luas penampang 1/20 dari luas penampang baja tadi.
Artinya, dengan luas penampang yang sama kawat carbon nanotube dapat menahan kurang lebih 20 kali beban yang mampu ditahan kawat baja tadi. Baja pada umumnya mempunyai fasa dominan yang disebut ferit yang sifatnya lunak.
Namun pada baja pedang damaskus, terdapat struktur (fasa) carbon nanotubes yang sangat kuat. Stuktur carbon nanotube tadi terdistribusi tertentu di dalam ferit sedemikian rupa sehingga menghasilkan kombinasi sifat akhir yang sangat luar biasa.
Itulah pedang yang ditakuti para kesatria Eropa beratus-ratus tahun. Dan sampai saat ini belum ada scientists yang bisa menemukan bagaimana cara membuat carbon nanotubes dalam struktur mikro baja. Termasuk bagaimana membuat pedang damaskus dengan struktur yang sama seperti aslinya.
...

Pedang Damaskus, Pedang Tertajam di Dunia yang Digunakan Salahuddin Al Ayyubi
Syariat jihad pada zaman khilafah Islam telah mendorong tidak cuma semangat yang berkobar untuk berjuang dengan mengorbankan harta dan jiwa, tetapi juga menarik sains dan teknologi ke level yang jauh lebih maju. Salah satu yang mengesankan – dan hingga kini masih misteri – adalah adanya teknik logam (metalurgi) yang amat tinggi, dibuktikan dengan pernah dibuatnya Pedang Damaskus pada kisaran tahun 1100 sampai dengan tahun 1750. Pedang ini terkenal dengan ketajamannya dan memiliki bahan yang kuat dan lentur.
Pedang Damaskus itu sendiri dikenal sebagai pedang yang digunakan oleh Salahuddin al Ayyubi, seorang sultan Mesir-Syria sekaligus panglima perang yang dapat merebut kembali Jerussalem dari tangan bangsa Nasrani melalui perang Hattin. Salahuddin terkenal di dunia Islam maupun Kristen karena kepemimpinan, kecakapan militer, dan sifat ksatria dan pengampunnya pada saat melawan tentara Salib. Dan dia adalah juga seorang ulama.
Tahun 1192. Richard Berhati Singa (Lion Heart), raja Inggris dalam Perang Salib III, bertemu Salahuddin. Sir Walter Scott mendramatisasi kisahnya dalam novel “The Talisman”, bagaimana keduanya memamerkan senjata masing-masing.
Richard mengeluarkan pedang lebar mengilap buatan pandai besi terbaik Inggris. Salahuddin menghunus pedang lengkung buatan pandai besi Damaskus yang tidak mengilap. Richard memapas sebuah kotak dari besi hingga putus dan Salahuddin Al Ayubi melepaskan kain sutra halus hingga terbang dan sutra tersebut putus ketika tersentuh tajamnya pedang.
Teknik pembuatan pedang Damaskus ini begitu rahasia sehingga hanya beberapa keluarga pandai besi di Damaskus saja yang menguasainya. Ini juga yang menyebabkan teknik pembuatan baja Damaskus akhirnya punah. Hingga kini teknologi metalurgi yg paling canggih pun belum mampu membuat pedang yang lebih tajam dari pedang Damaskus.
Sebuah penelitian mikroskopik pada pedang-pedang Damaskus di museum, menemukan bahwa pedang-pedang ini ternyata memiliki semacam lapisan kaca di permukaannya. Bisa dikatakan para ilmuwan Muslim di Timur Tengah telah menguasai teknologi nano sejak seribu tahun yang lalu.
John Verhouven di Universitas Iowa telah menemukan bahwa hanya tipe tertentu dari wadah khusus untuk melebur baja ditambah elemen lain seperti vanadium akan menghasilkan pola nano yang tepat. Pada 2006, para peneliti di Universitas Teknologi Dresden, Jerman, mempelajari pedang prajurit Islam dengan mikroskop elektron dan menemukan bahwa kekuatan pedang mereka mungkin berasal dari nanotube karbon dan kawat nano yang dibuat dari mineral yang disebut sementit. Struktur serupa akan menghasilkan bahan komposit modern yang kuat. Namun, resep tepat untuk membuat pedang prajurit Islam itu masih menjadi misteri.
Dengan teknologi terkini, diketahui bahwa efek pola air yang dimiliki oleh pedang Damaskus diperoleh dengan menempa baja yang mengandung proporsi jumlah karbon yang besar. Daerah gelap pada permukaan pedang akibat pola yang dibuat residu karbon, sedangkan pola terang dibentuk oleh partikel ikatan karbit besi. Kandungan karbon yang tinggi memungkinkan diperolehnya pedang dengan ketahanan tinggi, namun kehadiran karbon di campuran bahan mentah sangat sulit atau hampir tidak mungkin dikontrol. Terlalu sedikit karbon menyebabkan pedang menjadi lemah, namun terlalu banyak karbon menyebabkannya menjadi getas. Bila proses pembuatan pedang tidak berlangsung dengan baik, baja akan membentuk besi sementit, fase besi yang sangat rentan. Namun, para ahli metalurgi Islam mampu mengontrol kerentanan inheren dan menempa bahan mentah tersebut menjadi senjata. Suatu artikel jurnal di Nature menceritakan mengapa baja karbon dapat dibuat dan mengapa saat ini menghilang. Ide tersebut didasari oleh ilmu pengetahuan material modern: Nanoteknologi, hal yang sulit terpikirkan hingga abad ke-17.
Pembuatan baja telah dipelajari dengan seksama dan didokumentasikan serta diturunkan bagi para ahli pedang di dunia Islam, yang menjaga dengan baik rahasia ini. Baja Damaskus sangat berharga karena menggabungkan antara kekuatan, elastisitas dan ketahanannya. Saat ini, walaupun teknologi metalurgi telah berkembang pesat, namun para peneliti masih saja kesulitan untuk meniru dan membuat baja yang mirip dengan baja Damaskus.
Mungkin untuk mendapatkan kembali teknologi yang hilang itu, kita harus merekonstruksi dahulu negara yang memungkinkannya, yaitu Khilafah Islamiyah, sehingga para ilmuwan akan kembali inovatif, mengembangkan teknologi untuk tujuan yang mulia dan barokah, jihad fisabilillah, untuk menyebarkan rahmat ke seluruh alam.
...

Lalu bagaimana dengan Abu Peulekung adakah beliau juga memiliki sebuah pedang..?
Jika ada Tajamkah pedang itu..? Seperti apakah pedang Habib Muhammad Yeddin bin Habib Muhammad Yasin atau Abu Habib Muda Seunagan atau Abu Peulekung.
Dimanakah pedang itu sekarang..?


Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Pedang Abu Peuleukung - Habib Muda Seunagan"

Post a Comment