SEJARAH KERAJAAN BEUTONG

SEJARAH KERAJAAN BEUTONG – ATJEH

A. Gambaran Umum
Bekas teritorial kerajaan beutong terletak di Kecamatan Beutong Banggala atau populer dengan sebutan Beutong Ateuh sebagai Pusat Kerajaan dan Kecamatan Beutong (Beutong Bawah) Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh. Menurut catatan sejarah wilayah Pameu Kabupaten Aceh Tengah juga merupakan bagian dari teritorial kerajaan Beutong.

B. Raja – Raja Yang Memerintah Kerajaan Beutong
Raja pertama dan pendiri Kerajaan Beutong adalah TEUKU PEUSUNU atau TEUKU RAJA BEUTONG BENGGALANG.[1] Menurut riwayat beliau berasal dari Kerajaan Pedir (Sekarang Kabupaten Pidie) pada masa akhir Kesultanan Atjeh Darussalam di perintah oleh Sultan Alaidin Johan Syah 1147-1174H ( 1735-1760M ). Teuku Raja Beutong Benggalang merupakan keturunan bangsawan Atjeh yang sejak kanak-kanak sampai masa remaja beliau habiskan waktu untuk menuntut ilmu agama Islam, di Dayah yang sangat termasyhur pada masa itu yaitu Dayah Teupin Raya Pidie. Kendatipun beliau sedang fokus pada belajar ilmu agama Islam namun bakat kepemimpinannya sudah nampak didalam pergaulan dengan sesama santri, dan kerendahan hati beliau juga sangat menonjol, dimana beliau tidak membeda-bedakan teman dalam bergaul walaupun beliau dari kalangan Bangsawan, karena beliau menyadari bahwa dimata Allah SWT semua manusia sama, yang membedakannya adalah tingkat ketakwaan seseorang kepada Allah SWT.
Selanjutnya dalam riwayat yang diceritakan secara turun-temurun dari keturunan beliau maupun dari orang tua/tokoh masyarakat Beutong, bahwa Teuku Raja Beutong Benggalang ditakdirkan oleh Allah SWT mendapat rahmat yang sangat besar yaitu pada suatu malam di bulan suci Ramadhan beliau mendapatkan anugerah Lailatul Qadar, dimana pada waktu beliau sedang mengambil air wudhu’ untuk melaksanakan shalat tengah malam, beliau melihat seluruh pepohonan didekat beliau berdiri sedang bersujut kepada Allah SWT. Dan pada saat itu dengan tuntunan gerak dari Sang Maha Pencipta, beliau memetik dua buah kelapa dan besoknya pagi-pagi sekali beliau menceritakan kejadian tersebut pada guru yang sangat beliau hormati, yaitu Teungku Chik Teupin Raya seorang ulama besar pada masa itu, sekaligus juga beliau menyerahkan sebuah kelapa yang di petik pada malam kemuliaan tersebut. Tentang hal ini ada syair yang masih dilantunkan oleh masyarakat Kabupaten Nagan Raya yang berbunyi: “ Tuah Nagan padee lam karong, Meutuah Beutong Lailatul Qadar” artinya “Kelebihan Kerajaan Seunagan, hasil pertanian selalu melimpah, Sedangkan kelebihan Kerajaan Beutong karena Allah SWT menganugerahi Rahmat Lailatul Qadar kepada Raja Beutong yang pertama”.[2]

Setelah mengalami pengalaman spiritual yang sangat luar biasa itu, Teuku Raja Beutong Benggalang mendapat petunjuk dari gurunya, bahwa beliau nantinya akan menjadi Raja di suatu negeri yang berada di dataran yang tinggi. Atas keyakinan akan kebenaran yang disampaikan oleh gurunya, beliau dengan bekal sedikit dan ditemani oleh belasan orang sahabat setia, berangkat dengan berjalan kaki mengikuti alur sungai Pidie menuju hulu dengan mengambil arah ke barat, dan setelah menempuh perjalanan beberapa hari dengan segala suka dukanya, sampailah rombongan ini di suatu kawasan dataran tinggi yang dikelilingi oleh bukit barisan yang ditengahnya terbelah oleh aliran sungai, dan saat itu beliau memerintahkan rombongan berhenti karena menurut keyakinan beliau negeri yang dituju telah sampai.

Pada waktu itu negeri tersebut diperintah oleh seorang Raja non Muslim yang berasal dari Sumatra Utara (Suku Rawa/Batak 27). Dan dengan memohon petunjuk serta perlindungan dari Allah SWT, Teuku Raja Beutong Benggalang dengan menggunakan taktik dan strategi yang tanpa melalui peperangan, berhasil membuat Raja dan para petinggi Kerajaan lari meninggalkan negeri itu.

Seterusnya Teuku Raja Beutong Benggalang mulai memimpin negeri itu dengan penuh bijaksana dan adil, Alhamdulillah dalam waktu yang singkat Allah SWT melimpahkan karunia-Nya berupa tanah yang subur dengan hasil pertanian yang berlimpah, sehingga anak negeri bisa hidup makmur dan sejahtera. Kemudian beliau memberi nama baru untuk negeri itu yaitu Beutong, yang beliau ambil dari nama salah satu negeri di Kerajaan Pedir (Kabupaten Pidie).

Raja kedua Kerajaan Beutong adalah Teuku Lundeh atau Teuku Raja Beutong Chik, yang merupakan anak kandung dari Teuku Raja Beutong Benggalang. Pada masa pemerintahan Raja kedua ini wilayah Pameu Kabupaten Aceh Tengah telah menjadi bagian dari kerajaan Beutong.
Raja ketiga Kerajaan Beutong adalah Teuku Raja Beutong Dalam, salah seorang anak kandung dari Teuku Raja Beutong Chik (Raja kedua). Raja ketiga ini mempunyai saudara sekandung masing-masing: Teuku Beutong Bungsu, Teuku Beutong Pante Rusa, Teuku Beutong Cugong, dan Teuku Beutong Ulee Ayon. Pada masa Raja ketiga ini wilayah Kerajaan Beutong sudah meluas sampai ke Beutong Bawah yang berbatasan langsung dengan Kerajaan Seunagan.
Raja keempat Kerajaan Beutong adalah Teuku Raja Beutong Abdullah, yang merupakan anak kandung dari Teuku Raja Beutong Dalam (Raja ketiga). Pada masa beliau memimpin, pemerintah kolonial Belanda mulai menyerang Kesultanan Atjeh Darussalam. Sultan Mahmud Syah (1870-1874M) dan Sultan Muhammad Daud Syah (Sultan Aceh Terakhir 1874-1903M) serta para ulama terkemuka mulai memompa semangat rakyat atjeh untuk maju dalam peperangan mempertahankan agama Islam dan kedaulatan kesultanan Atjeh Darussalam. Teuku Raja Beutong Abdullah turut memimpin perang suci ini di wilayahnya dengan strategi perang gerilya dan atas kehendak Allah Yang Maha Kuasa beliau beserta para pengikut setianya tertembak dan syahid sebagai syuhada ditengah hutan belantara kawasan Krueng Cut Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya. Dewasa ini untuk bisa mencapai makam beliau harus ditempuh dengan berjalan kaki selama lebih kurang lima jam.
Raja kelima Kerajaan Beutong adalah Teuku Raja Beutong Ali Nafiah, atau dikalangan masyarakat populer dengan sebutan Ampon Beutong Ali. Beliau merupakan anak kandung dari Teuku Raja Beutong Abdullah (Raja keempat) dan secara terbuka bersikap menentang belanda, karenanya Belanda mengasingkan beliau ke Jawa Barat dan beliau kembali lagi ke Atjeh setelah Indonesia Merdeka.
Raja keenam (Terakhir) Kerajaan Beutong adalah Teuku Raja Beutong Banta Tjut dan dikalangan masyarakat terkenal dengan sebutan Ampon Beutong Banta. Beliau merupakan anak kandung dari Teuku Raja Beutong Abdullah (Raja keempat) dan adik kandung dari Teuku Raja Beutong Ali Nafiah (Raja kelima).
T. RAJA KEUMANGAN (Ampon TRK)

Klik disini untuk melihat silsilah Kerajaan Beutong

Pada waktu beliau di nobatkan dengan upacara kebesaran adat sebagai pemimpin kerajaan Beutong, maka pada masa itu Belanda telah berhasil memaksa para pemimpin atjeh (Sultan/Raja) yang tertangkap dan menyerah untuk menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) pada tahun 1904, yang isinya antara lain Sultan/Raja mengakui daerahnya sebagai bagian dari Hindia Belanda, namun Belanda juga mengakui keberadaan Raja-raja atau Ulee Balang untuk menjalankan Pemerintahan sendiri (Zelfbestuur), termasuk Kerajaan Beutong di bawah pimpinan Teuku Raja Beutong Banta Tjut. Disamping itu didalam satu perundingan dipihak Belanda di pimpin oleh seorang perwira Belanda (pasukan muslimin menyebutnya tuan Smit/Letnan H.J. Scmidt), dimana dipihak muslimin turut serta Abu Habib Muda Seunagan bertempat di kolam Dayah Bungoeng Taloe Beutong, dan salah satu point penting dari hasil kesepakatan damai adalah pihak Belanda tidak akan mengganggu Agama Islam yang dianut sekalian penduduk, dan seluruh pasukan muslimin diminta untuk pulang kekampung.[3]

Pada zaman pendudukan Jepang (1942-1945M), Teuku Raja Beutong Banta Tjut masih di akui sebagai pemimpin Kerajaan Beutong dengan sebutan Beutong Son atau Sonco Beutong. Pada masa periode ini ada raja yang tidak lagi di akui bahkan dibunuh oleh tentara pendudukan Jepang seperti Teuku Chik Ali Akbar (Raja Meulaboh) dan Teuku Ben (Raja Seunagan).

C. Hubungan Umara dan Ulama
Teuku Raja Beutong Banta Tjut mengakui dan meyakini bahwa Abu Habib Muda Seunagan, seorang Ulama Besar yang memahami secara benar Ilmu Syariat, Tharikat, Hakikat, dan Ma’rifat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW adalah Penghulu Quthub, yang memiliki derajat tinggi disisi Allah SWT. Oleh karena itu dalam memimpin Teuku Raja Beutong Banta Tjut selalu meminta petunjuk dan nasehat dari Abu Habib Muda Seunagan[4]. Tali Silaturrahmi dan Ukhuwah Islamiyah antara kedua pemimpin ummat ini (Umara dan Ulama) pada akhirnya mendapat Ridha dari Allah SWT, yang ditandai dengan terjadinya ikatan perkawinan antara anak kandung tertua dari Teuku Raja Beutong Banta Tjut (Teuku Raja Azman) dengan putri kesayangan dari Abu Habib Muda Seunagan (Hj. Cutwan Zainah). Dari perkawinan ini dikaruniai sebelas orang putra-putri yang terdiri dari: Drs HT Zulkarnaini (Sekarang Bupati Nagan Raya), Cut Keumala Iman, Hj. Cut Meurahwan, Hj. Cut Merdom, Dra. Hj. Cut Intan Mala, Ir. Cut Intan Sawadeh, Teuku Jamalul Alamuddin, S.sos,MM, Teuku Mizan Sya’rani (Alm), Teuku Peulita Alam (Alm), Teuku Raja Keumangan, SH dan Cut Syarifah Burhani.

Dalam berbagai literatur tentang sejarah atjeh tercatat dengan tinta emas, kemesraan hubungan antara pemimpin pemerintahan (Umara) dan pemuka Agama (Ulama) yaitu pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636M) yang digambarkan dalam pepatah atjeh atau hadih maja yang berbunyi “Adat bak Po teumeureuhom hukom bak Syiah Kuala” yang maknanya “Sultan (Po teumeureuhom) mengatur urusan adat/pemerintahan dan kenegaraan, sedangkan Ulama (Syiah Kuala) yang menegakkan hukum menurut Syariat Agama Islam.

D. Keraton dan Alat-alat Perlengkapan Kerajaan
Selaku Raja pertama dan sekaligus pendiri Kerajaan Beutong, Teuku Raja Beutong Benggalang sampai dengan Raja yang ketiga (Teuku Raja Beutong Dalam) bertempat tinggal di Beutong Ateuh/Beutong Atas (Sekarang Kecamatan Beutong Benggala), sebagai pusat Kerajaan dan Keraton/Tempat kediaman Raja Beutong yang diberi nama “Rumoeh Rayek” hanya tinggal bekasnya yang terletak di desa Kuta Tuha Kecamatan Beutong Benggala.

Sedangkan Raja keempat (Teuku Raja Beutong Abdullah) sampai dengan raja terakhir (Teuku Raja Beutong Banta Tjut) bertempat tinggal di Desa Meunasah Pante atau Beutong Bawah (sebagai pusat pemerintahan) Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya, dimana saat ini Keraton Kerajaan Tersebut dengan nama “Rumoeh Rayek” atau Rumah Besar masih ada walaupun dalam kondisi yang tidak terawat lagi.

Adapun alat-alat perlengkapan Kerajaan seperti baju adat kebesaran raja-raja, kulah kama (mahkota),  cap/stempel, pedang, siwah, rencong, alat-alat kesenian dan lain-lain sebagian kecil masih ada yang saat ini disimpan oleh anak cucu dari keturunan Raja Beutong, namun banyak yang telah hilang dalam berbagai peristiwa yang terjadi di atjeh seperti revolusi sosial pada tahun 1946.

E. Penutup
Pemaparan sejarah singkat tentang Kerajaan Beutong ini sekali-kali bukan bertujuan untuk membangkitkan kembali semangat feodalisme, akan tetapi semata-mata hanya untuk pelestarian adat dan budaya sebagai perekat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta, disamping itu agar anak cucu dari keturunan Teuku Raja Beutong Benggalang mengetahui sejarah perjuangan indatu (nenek monyangnya) dan disisi lain sejalan pula dengan amanah Presiden Pertama Republik Indonesia/Proklamator Bung Karno “Jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jasmerah)” dan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya”.

Pada Akhir tulisan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang konstruktif dari semua pihak khususnya para pakar Sejarah Aceh agar uraian tentang sejarah Kerajaan Beutong ini lebih sempurna sesuai dengan fakta sejarah.

Penulis ; T.  RAJA KEUMANGAN, SH.,MH

[1]  T. Hasballah bin T. Paloh, Arakata (silsillah raja-raja Beutong), Geumpang Pidie, tgl 12 Oktober 2009.

[2]  M. Din Idris, anggota DPRK Nagan Raya fraksi PDIP, wawancara, tanggal 12 April 2013

[3]  T. Raja Azman, Penjelasan Thariqat Syatariah yang dipegang oleh Habib Syaikhuna Abu Habib Muda Seunagan Quthub Nasbah, Peuleukueng, 1974, hal. 12

[4] . Presiden RI BJ Habibie menganugerahkan Tanda Kehormatan BINTANG JASA UTAMA kepada ALM ABU HABIB MUDA SEUNAGAN, atas jasa-jasanya yang besar kepada Bangsa dan Negara RI, pada tanggal 10 November 1998 bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan.

SEJARAH ASAL USUL NEGERI SEUNAGAN (KERAJAAN SEUNAGAN)

Orang yang pertama menjadi Raja di Seunagan adalah Meurah Djereunang, anak dari Meurah Mesir, cucu dari Meurah Ishak, piut dari Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah yang datang dari Meureudu. Monyangnya adalah Meurah Syahrial Salman. Meurah Djereunang (Meurah Sulaiman), dialah yang disebut dengan Teuku Meurah Seudang Geut, di antar oleh gajah ke hulu sungai Seunagan dari Lingga melalui gunung yang dinamakan Gunung Seunagan (Gunung Sedang Geut).

Beliau beristirahat bersama adiknya, Cut Meurah Puteh sambil makan dan menjemur emas urai didalam kulit kambing, emas itu adalah pemberian Pari waktu mereka sampai di Paya Laloe, secara kebetulan ketika adiknya sedang makan, ada orang yang melihat dan segera mengabarkan kepada Teuku Dikulu yang Ianya lebih dulu datang ke negeri tersebut untuk menangkap emping beusoe, yang ingkar dan tidak bersedia membayar pajak kepada Sultan.

Teuku Dikulu mengirim utusannya agar kedua bersaudara dapat datang ke tempat kediamannya. Setelah makan ikan panggang yang gagang di tancap ke tanah, maka ikan panggang itu tumbuh hingga sekarang di sebut kayu panggang Teuku Seunagan (berada di punggung Gunung Seunagan). Meurah Djereunang kawin dengan anak gadis Teuku Dikulu yang bernama Cut Bungong.

Dialah raja yang Pertama memerintah negeri tersebut. Pengangkatannya dilakukan oleh Sultan Ahmad, setelah Sultan Djamalul’Alam di makzulkan.

Meurah Djereunang (Meurah Sulaiman) atau Teuku Sedang Geut wajahnya gagah menawan, maka berdo’alah orang waktu mereka kawin agar negeri Sedang Geut semua hingga sekarang tidak ada yang kaya berlebihan dan tidak ada pula yang miskin, semua berkecukupan dan tidak ada yang mengemis.

Negeri-negeri tersebut dinamakan Nanggroe Meutuah, raja adil dan pemurah, serta rakyatnya patuh dan tidak banyak tingkah, saudara Meurah Djereunang bernama Cut Meurah Puteh Ghaib, menurut cerita ianya hilang waktu badai melanda rumahnya. Orang-orang pernah bermimpi bertemu Cut Meurah Puteh yang cantik jelita.

Anak cucu Meurah Djereunang yang memimpin negeri adalah:
Teuku Meurah Maga
Teuku Meurah Tahat
Teuku Keujreun Meurah Peuseuwien
Teuku Keujreun Meurah Cut Andi
Teuku Keujreun Meurah Cinde
Teuku Keujreun Meurah Cut Banta
Teuku Keujreun Meurah Sabil
Teuku Keujreun Meurah Puteh
Teuku Keujreun Meurah Johan Syah
Teuku Keujreun Meurah Ben Abbaih, yang terakhir.
Kaum perempuan yang pernah memimpin negeri Seunagan, yaitu:

Cut Awan, memerintah sementara untuk mendampingi keponakannya Teuku Keujreun Cut Banta, disebut juga Teuku Ben, yang masih kecil belum dewasa.
Cut Nagan, atau disebut juga Cut Pudoe, sebelum sepupunya Teuku Meurah Puteh dewasa.
Teuku Keujreun  Meurah Usman pernah memegang tampuk pemerintahan, sementara keponakannya Teuku Keujreun Meurah Abbaih belum dewasa. Ada lima belas keturunan mereka yang menjadi pemimpin Negeri Seunagan.

Adapun raja-raja di Seunagan dibolehkan memakai kulah kama yang terbuat dari emas, menyerupai tempurung berukir mamakai puncak dan juga Are Nukat di Seunagan lebih besar dari Are (bambu) di negeri lain di aceh. Juga kue Kekarah (Juada) di Seunagan lebih besar dari tempat lain dan begitu pula dengan akat kampaknya, mereka telah meninggalkan hasil karya bagi anak cucunya, yang sekarang dipergunakan dan dinikmati hasilnya.

Deumikian Cut Meurah Nilawati penyusun adat istiadat Aceh negeri Seunagan tanggal 5 Okteber 1993.

Jeuram, 03 Juni 2013

Di kutip kembali oleh,
T. FIRSAL T. RAJA ANSARI
Pewaris/cucu kandung dari Teuku Ben Seunagan (Raja Terakhir Seunagan)

Sumber:
https://fsknaceh.wordpress com/sejarah-kerajaan-di-aceh/

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "SEJARAH KERAJAAN BEUTONG"

Post a Comment